Pages

NINA TAK PANTAS JADI ISTRI AKHI

Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... "Para penumpang yang terhormat, lima belas menit lagi kita akan mendarat di Bandara Internasional Sukarno Hatta, untuk keamanan silahkan diam ditempat dan gunakan sabuk pengaman terima kasih"

Suara co.Pilot pesawat Garuda Indonesia membangunkan Nina dari tidurnya, walau cuma tidur sebentar sudah mampu mengusir ngantuknya, apalagi ketika Nina tahu sebentar lagi akan mendarat, rasanya Nina sudah tidak sabar untuk segera turun dan bertemu dengan orang-orang yang sangat dirindukannya.

Nina sengaja tidak memberi tahu kepulangannya kepada keluarganya, karena dia ingin memberi kejutan terhadap keluarganya, terlebih lagi kepada calon suaminya, lelaki yang dikenalnya lewat chating dan telah melamarnya setahun yang lalu.

Walau Nina belum pernah sekalipun melihat wajah calon suaminya itu, namun cintanya untuk sang pujaan hati begitu tulus. Maklum setiap kali mereka bertemu lewat chating, calon suaminya selalu tidak ada webcam, jadi selama setahun menjalin hubungan otomatis Nina hanya mengenal suaranya saja. Pernah Nina meminta foto pada calon suaminya itu namun calon suaminya menolak dengan alasan dia tidak suka difoto jadi tidak memiliki foto.

"Para penumpang yang terhormat, kita telah mendarat dengan selamat dan terima kasih telah memilih Garuda Indonesia untuk perjalalan anda, semoga hari anda menyenangkan"

Suara co.Pilot kembali menggema, satu persatu para penumpang keluar dari kabin pesawat. Nina segera menuju keloket pemeriksaan paspor, setelah selesai ia langsung menuju bagasi untuk mengambil koper. Kali ini Nina sengaja tidak keluar melalui terminal 2, selain tidak ada yang menjemput, Nina penasaran ingin tahu kondisi terminal 3 yang banyak diceritakan teman-temannya.

Makanya ketika petugas bandara menggiringnya keterminal 3, Nina hanya menurut, begitu pun ketika oknum-oknum petugas bandara mulai beraksi Nina pun hanya mengikuti aturan main, ia tidak mau terlalu lama berurusan dengan mereka, yang ada dalam pikirannya dia ingin cepat sampai kerumah walau sebenarnya ia ingin berontak.

Bus travel yang membawa Nina dan rombongan mulai bergerak meninggalkan bandara, dari bandara bus meluncur kearah tanggerang menuju tol cikampek, ketika mendekati kawasan tol cikampek tiba-tiba hujan turun dengan derasnya, dan begitu lewat tikungan cikampek dari arah berlawanan tiba-tiba muncul mobil truk dengan kecepatan tinggi.

Karena situasi hujan deras dan jalanan yang licin membuat supir bus travel yang membawa Nina dan rombongan kehilangan kendali sehingga tabrakan antar bus dan truk pun tidak bisa dihindari, kedua kendaraan yang sama-sama besar pun terpental dan terbalik, suara dentuman keras mengagetkan semua orang yang berada dikawasan cikampek.

Sepuluh jam pasca kecelakaan, Nina siuman dari pingsannya, kalimat hamdalah menggema memenuhi gendang telinga Nina, dan ia sangat hafal dengan suara-suara yang sedang mengucapkan kalimat hamdalah itu

"Alhamdulilah ya Allah Nina sudah sadar pak, Na ini ibu dan bapak juga calon suamimu Rijal ada disini, kamu bisa dengar Na?" Bu Ercih cemas, dari suaranya terlihat sekali ia sangat mengkhawatirkan keadaan anaknya. Nina menangis, ia sangat menyesal telah membuat ibunya sedih dan tangisnya kian menjadi saat ia merasakan pandangannya begitu gelap.

"Ibu dimana? Kenapa gelap sekali, apa sedang mati lampu?" Nina panik, tangannya berusaha menggapai sesuatu, dengan sigap bu Ercih meraih tangan anaknya

"Ibu disini Na, disebelah kanan mu, kamu harus kuat menerima kenyataan ini ya Na" Dengan sekuat tenaga bu Ercih berusaha untuk tegar menyampaikan sesuatu yang ia yakin takkan mampu diterima anaknya bahwa Nina harus kehilangan penglihatannya untuk selamanya kecuali ada pendonor mata.

Hal itu sudah Dokter sampaikan kepada orang tua Nina, bahwa kornea mata Nina mengalami kerusakan akibat serpihan kaca, dan hal itu pun sudah diketahui oleh Rijal calon suaminya.

Jerit tangis Nina membahana memenuhi ruangan tempatnya dirawat, menarik perhatian pengunjung rumah sakit. Nina berusaha melepas perban yang menempel dimatanya, namun bu Ercih dan pak Wiryo segera mencegahnya

"Sabar Na, sabar" Bu Ercih berusaha menenangkan anaknya
"Istighfar ukhti, istighfar" Rijal berseru tak mau kalah, Nina terus menangis putus asa

"Biarkan Nina mati bu, untuk apa Nina hidup, Nina sudah cacat, tidak akan ada yang mau sama orang cacat bu!" Ratapnya pilu, bu Ercih hanya bisa menangis

"Istighfar ukhti, jangan melawan takdir, ambil hikmahnya yakinlah Allah tidak akan menguji umat-Nya diluar batas kemampuan" Rijal terus berusaha menasehati Nina, berharap kekasihnya ikhlas dan sabar menghadapi kenyataan yang baru saja menimpanya

"Nina sudah cacat akhi, Nina tidak pantas lagi menjadi istri akhi" Ucapnya putus asa. Rijal terkejut mendengar kalimat yang dilontarkan calon istrinya itu, namun dia bisa menguasai dirinya, dengan tenang dan mantap dia pun berucap

"Ukhti...Seperti yang pernah saya ucapkan didepan bapak dan ibu dulu juga kepada ukhti, bahwa apapun yang terjadi dan bagaimana pun kondisi ukhti, saya siap menerima ukhti apa adanya"

"Akhi tidak malu mempunyai istri buta?" Nina masih ragu dengan ucapan Rijal

"Demi Allah tidak ada sedikit pun perasaan itu ukhti, niat saya menikahi ukhti karena Allah, sudahlah ukhti jangan bahas masalah itu, sekarang yang penting ukhti sembuh dulu, saya janji tidak akan meninggalkan ukhti, Insya Allah" Janjinya, senadainya Nina telah halal baginya betapa Rijal ingin merengkuh pujaan hatinya itu kedalam pelukannya untuk meyakinkan betapa cintanya tidak berkurang sedikitpun dengan kondisinya yang sekarang.

Bu Ercih dan pak Wiryo saling pandang penuh haru, dihati mereka begitu bahagia dan bangga juga menaruh harapan yang besar terhadap calon menantunya itu.

Nina sedikit mulai bisa tenang, walau sisa-sisa tangisnya sesekali terdengar, rasa putus asa yang tadi sempat menyerang jiwanya berangsur-angsur menghilang dan berganti dengan kebahagiaan dan segudang harapan.

Tiga bulan pasca kecelakaan, Nina telah benar-benar sembuh total walau ia harus mengalami kebuataan. Dan seperti yang pernah diucapkan dihadapan kedua orang tua Nina, Rijal memenuhi janjinya untuk menikahi Nina.

Pada awalnya pesta pernikahan akan dilaksanakan dengan meriah, karena bagi orang tua kedua belah pihak, pesta itu adalah untuk yang pertama, terlebih lagi bagi orang tua Rijal yang termasuk orang kaya di Jakarta, Namun Rijal dan Nina menolak rencana kedua orang tua mereka, sehingga akhirnya pesta pernikahan dilangsungkan dengan sederhana namun kidhmat.

Tamu undangan satu persatu mulai meninggalkan arena pesta dan pulang kerumah masing-masing. Nina masuk kamar didampingi Rijal, ketika sampai didalam kamar, Nina duduk ditepi tempat tidur dengan menunduk, hatinya berdebar kencang, sementara Rijal dengan mata berkaca-kaca tengah memandang wajah Nina.

Rijal lalu menghampiri Nina, kemudian tangan kanannya memegang ubun-ubun istrinya dan membaca doa barakah diamini oleh Nina, setelah itu Rijal membimbing Nina untuk mengambil air wudhu lalu keduanya shalat, selesai sholat dan berdoa, untuk yang pertama kalinya Rijal mencium kening istrinya.

"Suamiku bolehkah aku menyentuh wajahmu, agar aku bisa melukiskan seraut wajahmu dalam imajinasiku" Pinta Nina tiba-tiba. Rijal hanya tersenyum mendengar permintaan istrinya itu, tanpa menjawab pertanyaan Nina, diraihnya tangan Nina dengan lembut lalu dibimbingnya kearah wajahnya.

Dengan gerakan pelan tangan Nina menyusuri wajah Rijal, ia mencoba melukis wajah suaminya kedalam kanvas imajinasinya, namun selalu gagal sehingga Nina merasa sedih dibuatnya. Tangisnya pecah dan itu membuat Rijal panik.

"Kenapa menangis sayang, apakah aku telah menyakitimu?" Tanyanya hati-hati, Nina menggeleng, dan itu membuat Rijal semakin kebingungan

"Lalu kenapa menangis, saya minta maaf jika ada sikap saya yang telah menyakitimu istriku" Lanjutnya masih dengan suaranya yang lembut

"Sa..saya gagal" Ucap Nina terbata "Gagal melukis wajahmu dalam imajinasiku, saya tak bisa mengenali wajahmu atau pun memiripkan wajahmu dengan orang-orang yang pernah saya lihat" Tangis Nina semakin menjadi. Tiba-tiba Rijal merasa bersalah, ia sangat menyesal tidak mengabulkan permintaan Nina dulu ketika Nina meminta fotonya.

Ditariknya nafas dalam-dalam seolah ingin melepaskan sebuah sebak yang tiba-tiba menyesaki dadanya, tanpa Rijal sadari airmatanya telah menyusuri pipinya. Beruntung Nina tidak bisa melihatnya sehingga hanya dia sendiri yang tahu akan tangisannya. Direngkuhnya Nina kedalam pelukanya

"Sudahlah sayang jangan menangis, tak perlu bersedih, aku tidak menuntutmu untuk menghafal wajahku, kesetiaanmu lebih kuharapkan, aku akan menjagamu semampuku, jangan menangis lagi kumohon" Katanya lembut, Rijal tidak ingin menyakiti perasaan istrinya lagi. Nina mengangguk lalu ia berusaha tersenyum dan Rijal lega melihatnya

"Maaf kan saya mas, tak seharusnya malam pertama ini dilalui dengan keluhan, saya minta maaf " Ucapnya lirih penuh penyesalan

" Tidak ada yang salah sayang, sudah malam sebaiknya kita istirahat, mas lelah sekali seharian terima tamu" Ajak Rijal, dikecupnya kembali kening istrinya. Nina menuruti ajakan suaminya lalu keduanya berbaring. Rijal berusaha memejamkan matanya, ia benar-benar kelelahan, namun tidak dengan Nina, ia tidak bisa tidur .

"Mas.." Sahut Nina pelan

"Iya?" Jawab Rijal siangkat tanpa membuka matanya
"Saya berharap suatu hari nanti bisa melihat wajahmu"

Rijal membuka matanya, dipandangi wajah istrinya yang tirus ada rasa yang menghentak-hentak dalam jiwanya

"Insya Allah istriku dan yakinlah Allah pasti akan memberikan jalan, andai kata didunia kau tak bisa melihat wajahku, insya Allah diakherat kelak Allah akan mengabulkan keinginanmu, asalkan kita tetap lurus dijalan-Nya" Rijal menyemangati istrinya, untuk yang ketiga kalinya kembali dikecup kening istrinya.

"Amin..." Timpal Nina lirih, ia merasakan ketenangan mendengar kalimat dari suaminya itu, lalu keduanya tidur dengan pulas.

Seminggu setelah pernikahan, Rijal memboyong Nina ke Jakarta, ia tidak bisa lama-lama berada dikampung halaman istrinya karena pekarjaannya menuntutnya untuk tidak lama-lama meninggalkan perusahaan yang dipimpinnya.

Dengan berat hati bu Ercih melepas anak semata wayangnya untuk ikut bersama suaminya. Bu Ercih percaya pada Rijal, ia yakin menantunya tidak akan mungkin menyia-nyiakan anaknya.

Dijakarta Nina tinggal diperumahan Garden City jakarta timur, yang jika Nina tahu perumahan itu terlalu mewah bagi seorang Nina. Diperumahan itu Rijal sudah menyiapkan seorang pembantu yang siap melayani dan membantu kebutuhan Nina.

Minggu berganti bulan, dan bulan pun berganti tahun, kehidupan rumah tangga Nina dan Rijal penuh dengan kebahagiaan, apalagi setelah kehadiran putra pertama mereka, kebahagiaan itu terasa semakin lengkap bagi keduanya.

"Mah ada berita baik dan berita buruk, mau yang mana dulu?" Tanya Rijal suatu malam saat anak mereka yang masih berumur lima bulan sudah tidur. Rijal kini memanggil istrinya dengan panggilan mamah

"Yang baik dulu" Jawab Nina singkat. Rijal memperbaiki posisi duduknya lebih mendekat kearah istrinya

"Tadi siang Ferry temen papa yang jadi Dokter specialis mata mengabarkan, bahwa sudah ada donor mata untuk mamah, operasi seminggu lagi akan dilaksanakan" Rijal berhenti sejenak. Nina tersenyum bahagia

"Dan berita buruknya, kemungkinan saat mamah operasi papa gak bisa temenin karena harus keBandung ngurus tender, tapi papa janji begitu operasi selesai dan mamah membuka mata, maka papa sudah ada dihadapan mamah" Lanjut Rijal berjanji, senyum Nina kian mengembang. Nina sudah tidak sabar ingin segera dioperasi agar ia bisa melihat seraut wajah suami dan anaknya.

Waktu yang ditentukan pun tiba. Ditemani kedua orang tua serta mertuanya, Nina menjalani operasi mata diRumah sakit Harapan Bunda Jakarta Timur. Sementara Rijal tidak bisa hadir karena ada urusan bisnis diBandung.

Diluar ruangan operasi bu Ercih dan pak Wiryo serta besannya menanti dengan harap-harap cemas, saat dalam keheningan yang penuh dengan kecemasan, tiba-tiba muncul Dina adik kandung Rijal dengan berurai air mata, mengabarkan kalau Rijal mengalami kecelakaan dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Harapan Bunda, dan sekarang tengah dirawat diRumah Sakit Medistra Jakarta Timur.

Kontan berita itu membuat tangis bu Brata dan bu Ercih pecah, suasana diluar ruang operasi gaduh. Konsentrasi meraka terpecah, akhirnya diputuskan pak Brata dan istrinya yang pergi keRumah Sakit Medistra, sementara bu Ercih dan pak Wiryo tetap menunggu sampai operasi selesai dilakukan.

Empat jam lamanya Nina berada diruang operasi, dan operasi mata telah selesai dilakukan, tim Dokter puas dengan kerja keras mereka. Bu Ercih dan pak Wiryo pun tak kalah bahagia mendengarnya, namun kebahagiaan mereka menjadi berkurang karena pikiran mereka masih terbagi dengan memikirkan kondisi menantunya.

Dua jam kemudian, perban yang menutupi mata Nina dibuka oleh Dokter Ferry, bu Ercih dan pak Wiryo menanti dengan jantung berdebar. Nina membuka matanya perlahan, kemudian ia mengerjapkanya berkali-kali lalu Nina menatap kedua orang tuanya satu persatu, senyum Nina merakah.

"Alhamdulilah saya bisa melihat lagi bu!" Serunya bahagia. Bu Ercih dan pak Wiryo mengucapkan hamdalah bersamaan lalu keduanya memeluk Nina dengan penuh sayang dan bahagia.

"Bu, mas Rijal belum datang juga, umi sama abi kemana?" Tanya Nina, ia teringat dengan janji suaminya yang akan datang setelah operasi selesai, ia juga ingat waktu sebelum masuk ruangan operasi mertuanya ada disitu. Wajah bu Ercih seketika berubah jadi sendu, dan Nina bisa membaca dengan perubahan raut muka ibunya itu

" Apa yang telah terjadi bu, katakan bu, katakan!" seru Nina panik
"Sabar Na, sabar" Bu Ercih berusaha menenangkan putrinya
"Nina tidak akan tenang jika ibu tidak memberi tahu, katakan ada apa bu saya mohon" Ratap Nina memelas

"Suamimu kecelakaan, sekarang ada dirumah sakit Medistra" Akhirnya pak Wiryo angkat suara, walau sebenarnya pak Wiryo juga tidak ingin merusak kebahagiaan anaknya yang baru saja mendapatkan penglihatannya kembali

" Kita kesana sekarang!" Ajak Nina seraya bangkit dari pembaringannya

"Na kamu habis operasi nanti saja menunggu kondisi kamu pulih dulu"

"Saya baik-baik saja bu, mas Rijal butuh saya!"

Nina tidak memperdulikan larangan ibunya, ia terus saja melangkah keluar dari Rumah Sakit Harapan Bunda, diikuti pak Wiryo dan istrinya dari belakang, lalu ketiganya menyetop taksi dan meluncur keRumah Sakit Medistra.

"Maaf suster pasien yang bernama Muhammad Rijal Brata dirawat diruangan mana?" Tanya Nina kepada suster penjaga, ketika sudah berada diRumah Sakit Medistra. Suster penjaga tampak heran, kemudian suster itu membuka buku daptar pasien, sementara Nina tampak tidak sabar dan gelisah.

"Kak Nina?" Suara seorang perempuan memanggil namanya, ia menoleh kearah suara yang memanggilnya barusan. Seorang perempuan cantik dengan jilbab warna biru tua langsung menghambur kearahnya dan memeluk sambil menangis. Nina baru menyadari jika perempuan itu adalah adik iparnya
"Ini Dina kan?" Tanya Nina penasaran

"Betul kak, Subhanallah kakak bisa melihat lagi" Ucap Dina disela tangisnya

"Dimana mas Rijal?" Tanya Nina tak sabaran

" Mari ikut saya kak" Ujar Dina lirih.

Ternyata Dina membawa meraka kekamar mayat, disana Nina melihat banyak polisi juga ada seorang ibu yang tengah menangis dipelukan suaminya. Nina sudah bisa menduga jika perempuan setengah baya itu adalah mertuanya, dan benar saja dugaan Nina, begitu ibu itu melihat kedatangan Nina dan rombongan, ibu itu langsung menghambur kepelukan Nina bahkan tangisnya kian keras dan pilu menyayat hati.

Nina sudah menduga jika suaminya telah meninggalkan dia untuk selama-lamanya, rasanya Nina belum siap dengan semua itu, tangisnya pecah. Ingin rasanya Nina tak sadarkan diri agar ia tidak merasakan beban yang begitu berat namun anehnya ia tidak bisa, justru ada hasrat yang tiba-tiba menyerang hatinya untuk melihat wajah suaminya meski untuk yang terakhir kali.

Namun keinginannya harus dikuburnya dalam-dalam, saat pihak dokter yang mengotopsi mayat suaminya melarang Nina melihat wajah suaminya dengan alasan wajah mayat rusak parah dan tidak bisa dikenali lagi, jika pun Nina memaksa melihat, dikhawatirkan kondisi kejiwaan Nina akan syok berat.

Akhirnya Nina hanya bisa memeluk mayat yang tertutup kain putih dan menagis sejadi-jadinya menumpahkan semua sebak yang dari tadi menganjal didadanya.

Jiwanya hancur mendengar keterangan dari Dokter dan polisi, semua rencana indah yang telah disusun bersama suaminya telah musnah dalam sekejap.

Ya Allah..jika dengan kembalinya penglihatanku, dan Engkau ambil suamiku untuk selamanya, lebih baik aku buta selamanya ya Allah asalkan suamiku tetap disisiku. Jerit hatinya pilu. Ruangan jenazah kini diselimuti dengan suasana duka yang mendalam, sehingga membuat para polisi dan yang hadir disitu ikut terhanyut kedalamnya.

"Mah...!" Suara seorang lelaki memanggil Nina yang masih memeluk jenazah sambil menagis, dan Nina sangat hafal dengan suara itu. Reflek semua yang hadir diruangan itu menoleh kearah suara yang barusan memanggil Nina.

Ditengah-tengah pintu berdiri seorang lelaki tampan berjanggut tipis serta memakai pakaian setengah santri setengah modis menatap kearah Nina dengan tatapan penuh kerinduan. Nina balas menatap lelaki itu, hatinya tak berani menduga jika lelaki itu adalah suaminya yang selama ini dirindukanya, sehingga bibirnya terasa kelu untuk menyebutkan sebuah nama.

Lelaki yang ternyata Rijal itu mendekat kearah Nina, lalu diraihnya tangan Nina dan dibimbingnya untuk menyentuh wajahnya. Nina memejamkan mata mencoba melukiskan sesuatu dalam imajinasinya

"Aku Rijal suamimu, ayah dari Aria anak kita" Bisik Rijal lembut
Nina membuka matanya, ditatapnya seraut wajah yang selama ini dirindukannya, dalam hati ia mengagumi ketampanan suaminya itu, tidak seperti gambaran dalam imajinasinya selama ini. Akhirnya tangisan bahagia Nina pecah dalam pelukan suami yang dirindukannya, semua yang berada diruangan jenazah kini menangis bahagia

" Terus siapa mayat ini?" Tanya bu Brata disela tangisnya. Rijal melepas pelukan istrinya, seketika wajahnya berubah jadi sendu, dengan suara parau ia berusaha menjelaskan

"Dino mi, dia pinjam mobil saya karena hari ini istrinya melahirkan, dirumah sakit Harapan Bunda, saya sudah mencegahnya untuk pulang bersama saya nanti ba'da sholat dzuhur, tapi Dino tidak mau karena dia ingin menyaksikan bagaimana anaknya lahir" Cerita Rijal lirih

"Innalillahi wa'inna illahi roji'un.." Ucap semua yang hadir diruangan itu serempak ...

Wallahu’alam bishshawab, ..

PENGORBANAN SEORANG ISTRI SHALIHAH


Bismillahir-Rahmaanir-Rahim …
Maaf sebelumnya Sahabat semua kisah kali ini panjaang sekali .. tapi bagus dan sangat menyentuh .. insya Allah ... 


Cerita ini adalah kisah nyata … dimana perjalanan hidup ini ditulis oleh seorang istri dalam sebuah laptopnya .. Bacalah semoga kisah nyata ini menjadi pelajaran bagi kita semua ...

Cinta itu butuh kesabaran …
Sampai dimanakah kita harus bersabar menanti cinta kita ???

************ 
Hari itu,,, aku dengan nya berkomitmen untuk menjaga cinta kita..
Aku menjadi perempuan yg paling bahagia …..
Pernikahan kami sederhana tapi sangat meriah …..
Ia menjadi pria yang sangat romantisan pada waktu itu ...
Menikah dengan seorang pria yang shaleh, pintar, tampan & mapan pula ...

Ketika kami pacaran dia sudah sukses dalam karir nya ..
Kami berbulan madu di tanah suci,, itu janjinya ketika kami berpacaran ..

Setelah menikah aku mengajaknya untuk umroh ke tanah suci ….
Aku sangat bahagia dengan nya,,diya sangat memanjakan aku …. Sangat terlihat rasa cinta dan sayangnya pada ku.
Banyak orang yang bilang,kami pasangan yang serasi. Sangat terlihat sekali bagaimana suamiku memanjakanku. Aku bahagia menikah dengannya.

5 Tahun sudah kami menikah, sangat tak terasa waktu berjalan, walaupun kami hanya berdua saja. Karena sampai saat ini aku belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil di tengah keharmonisan rumah tangga kami.

Karena dia anak lelaki satu – satunya dalam keluarga nya,,jadi aku harus berusaha untuk dapat meneruskan generasi nya … Alhamdulillah suamiku mendukung ku …. Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk menjaga titipan NYA.

Tapi keluarga nya mulai resah, Dari awal kami menikah ibu & adiknya tidak menyukaiku, aku sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka, tapi aku menutupi dari suami ku….. didepan suami ku,,mereka sangat baik pada ku, tapi dibelakang suami ku, aku dihina – hina oleh mereka …

Pernah suatu ketika, 1 tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya hancur .. Alhamdulillah suami ku selamat dari maut yang hampir membuat ku menjadi seorang janda ..

Ia dirawat dirumah sakit, pada saat dia belum sadarkan diri, aku selalu menemaninya siang & malam, kubacakan ayat – ayat suci Al – Qur’an, aku sibuk bolak – balik rumah sakit dan tempat aku melakukan aktivitas sosialku, aku sibuk mengurus suamiku yang sakit karena kecelakaan.

Ketika aku kembali ke rumah sakit setelah dari rumah kami, aku melihat didalam kamarnya ada ibu, adik – adiknya dan teman – teman suamiku, dan satu lagi aku melilhat seorang wanita yg sangat akrab dengan ibunya. Mereka tertawa menghibur suamiku.
Alhamdulillah suamiku ternyata sudah sadar, aku menangis ketika melihat suami ku sudah sadar, tapi aku tak boleh sedih di depannya.

Kubuka pintu yg tertutup rapat itu, sambil mengatakan “Assalammu’alaikum” mereka menjawab salam ku. Aku berdiam sejenak di depan pintu dan mereka semua melihatku, suamiku menatapku penuh manja, mungkin ia kangen padaku karena sudah 5 hari mata nya selalu tertutup. Tangannya melambai, mengisyaratkan aku untuk memegang tangannya yg erat. 

Setelah aku menghampirinya, kucium tangannya sambil berkata “Assalammu’alaikum” , ia pun menjawab salam ku dengan suaranya yg lirih tapi penuh dengan cinta. Aku pun senyum melihat wajahnya. Ibu nya lalu berbicara sama aku …

“Fis, kenalakan ini Desi teman Fikri”

Aku teringat cerita dari suamiku bahwa teman baiknya pernah mencintainya, perempuan itu bernama Desi, dan dia sangat akrab dengan keluarga suamiku. Dan akhirnya aku bertemu dengan orangnya juga. Aku pun langsung berjabat tangan dengannya, tak banyak aku bicara di dalam ruangan, aku tak mengerti apa yg mereka bicarakan.

Aku sibuk membersihkan & mengobati luka – luka di kepala suamiku, baru sebentar aku membersihkan mukanya, tiba – tiba adik ipar ku yg bernama Dian mengajakku keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan suamikupun mengijinkannya. Aku pun menemaninya.

Tapi ketika di luar adik ipar ku berkata ” lebih baik kau pulang saja ” Ada kami yg menjaga abang disini. Kau istirahat saja. ”

Aku pun tak diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan alasan abang harus banyak beristirahat, karena psikologisnya masih labil. 

Aku berdebat dengannya mengapa aku tidak boleh pamitan pada suamiku, tapi tiba – tiba ibu mertuaku datang menghampiriku dan ia mengatakan hal yg sama, ia akan memberi alasan pada suamiku mengapa aku pulang tak pamitan pada nya,
toh suamiku selalu menurut apa kata ibunya, baik ibunya salah suamiku tetap saja membenarkannya, akhirnya aku pun pergi meninggalkan rumah sakit itu dengan linangan air mata. 

Sejak saat itu aku tidak pernah diijinkan menjenguk suamiku sampai ia kembali dari rumah sakit. Dan aku hanya bisa menangis dlm kesendirianku. Menangis mengapa mereka sangat membenciku.

************ 

Hari itu, aku menangis tanpa sebab, yang ada di benakku aku takut kehilangannya, aku takut cintanya dibagi dengan yang lain. Pagi itu, pada saat aku membersihkan pekarang rumah kami, suamiku memanggil ku ke taman belakang, ia baru aja selesai sarapan, ia mengajakku duduk di ayunan favorit kami, sambil melihat ikan – ikan yang bertaburan di kolam air mancur itu.
Aku bertanya ” Ada apa kamu memanggil ku ?”

Ia berkata ” Besok aku akan menjenguk keluargaku di Sabang”
Aku menjawab ” Iya sayang aku tahu, aku sudah mengemasi barang – barang kamu di travel bag dan kamu sudah pegang tiket bukan ?”

“Ya tapi aku tak akan lama disana, cuma 3 minggu aku disana, aku juga sudah lama tidak bertemu dengan keluarga besarku sejak kita menikah dan aku kan pulang dengan mama ku ” Jawab nya tegas

“Mengapa baru bicara, aku pikir hanya seminggu saja kamu disana ?” tanya ku balik kepada nya penuh dengan rasa penasaran dan sedikit rasa kecewa karena ia baru memberitahu rencana kepulanggannya itu, padahal aku bersusah payah mencarikan tiket pesawat untuknya.

” Mama minta aku yang menemani nya saat pulang nanti ” jawab nya tegas.

” Sekarang aku ingin seharian dengan kamu, karena nanti kita 3 minggu tidak bertemu, ya kan ?” lanjut nya lagi sambil memeluk ku dan mencium keningku.

Hatiku sedih, dengan keputusannya, tapi tak boleh aku tunjukkan pada nya. Bahagianya aku, dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang & cintanya. Walau terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku.

Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal aku ingin bersama suamiku, tapi karena keluarga nya tidak menyukaiku hanya karena mereka cemburu pada ku karena suamiku sangat sayang pada ku, aku memutuskan agar ia saja yg pergi, dan kami juga harus berhemat dalam pengeluaran anggaran rumah tangga kami. 

Karena ini acara sakral bagi keluarganya. Jadi seluruh keluarga nya harus komplit, aku pun tak diperdulikan oleh keluarganya harus datang atau tidak, tidak hadir justru membuat mereka sangat senang, aku pun tak mau membuat riuh keluarga ini.

Malam sebelum kepergiannya, aku menangis sambil membereskan keperluannya yang akan dibawa ke Sabang, ia menatapku dan menghapus airmata yang jatuh dipipiku lalu aku peluk erat dirinya, hati ini bergumam seakan terjadi sesuatu,,tapi aku tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya bisa menangis karena akan ditinggal pergi olehnya.

Aku tidak pernah di tinggal pergi selama ini, karena kami selalu bersama - sama kemana pun ia pergi.

Apa mungkin aku sedih karena aku sendirian tidak punya teman, hanya pembantu saja teman ngobrolku.

Hati ini sedih akan di tinggal pergi oleh nya.

Sampai keesokan hari nya, aku menangis..menangisi kepergiannya. Aku tak tahu mengapa sesedih ini, perasaanku tak enak, tapi aku tak boleh berburuk sangka. Aku harus percaya apada suamiku. Dia pasti
akan selalu menelpon ku.

************ 
Berjauhan dengan suamiku, sangat tidak nyaman, aku merasa sendiri. Untunglah aku mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis, jadi aku tak terlalu kesepian di tinggal pergi ke Sabang.

Saat kami berhubungan jarak jauh, komunikasi kami buruk, saat ia di sana aku pun jatuh sakit … rahimku sakit sekali seperti dililit oleh tali, tak tahan aku menahan rasa sakit dirahimku ini, sampai – sampai aku mengalami pendarahan, aku dilarikan ke rumah sakit oleh adik laki - lakiku yang kebetulan menemaniku disana. 

Dokter memvonis aku terkena kanker mulut rahim stadium 3…. Aku menangis, apa yang bisa aku banggakan lagi, mertuaku akan semakin menghinaku, suami ku yang malang, yang berharap akan punya keturunan dari rahimku … Aku tak bisa memberikannya keturunan. Dan aku hanya memeluk adikku.

Aku kangen pada suamiku, aku menunggu ia pulang, kapan ia pulang, aku tak tahu .. Sementara suamiku disana, aku tidak tahu mengapa ia selalu marah – marah jika menelponku, bagaimana aku akan cerita kondisiku jika ia selalu marah - marah terhadapku.

Lebih baik aku tutupi dulu, dan aku juga tak mau membuatnya khawatir selama ia berada di Sabang. Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang dari Sabang, aku akan cerita pada nya. Setiap hari aku menanti suami ku pulang, hari demi hari aku hitung ….

Sudah 3 minggu suamiku di Sabang, malam itu ketika aku sedang melihat foto - foto kami, ponselku berbunyi, menandakan ada sms yang masuk.

Ku buka di inbox ponselku, ternayta dari suamiku yang sms, ia menulis “aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulang nya satu hari lagi, aku aku kabarin lagi”.

Hanya itu saja yang diinfokannya, aku ingin marah, tapi aku pendam saja ego yang tidak baik ini. Hari yg aku tunggu pun tiba,,aku menantinya di rumah. Sebagai seorang istri, aku pun berdandan yang cantik dan memakai parfum kesukaannya untuk menyambut suamiku pulang, dan aku akan menyelesaikan masalah komunikasi kami yg buruk akhir – akhir ini.

Bel pun berbunyi, kubuka kan pintu untuknya ia pun mengucap salam, sebelum masuk aku pegang tangannya ke depan teras, ia tetap berdiri, aku membungkuk untuk melepaskan sepatu, kaos kaki dan ku cuci kedua kakinya, aku tak mau ada syaithan yang masuk ke dalam rumah kami, setelah itu aku pun berdiri langsung mencium tangannya tapi apa reaksi nya …

Masya Allah ia tidak mencium keningku, ia langsung naik keatas, ia langsung mandi dan tidur,tanpa bertanya kabarku..

Aku hanya berpikiran, mungkin dia capek. Aku pun segera merapikan bawaan nya sampai aku pun tertidur. Malam menunjukkan 1/3 malam, mengingatkan aku pada tempat mengadu yaitu Allah, Sang Maha Pencipta. 

Biasa nya kami selalu berjama’ah, tapi karena melihat nya tidur sangat pulas, aku tak tega membangun kannya, aku helus mukanya, aku cium kening nya, lalu aku sholat tahajud 8 rakaat plus witir 3 raka’at.

************ 
Aku mendengar suara mobilnya, aku terbangun lalu aku liat dia dari balkon kamar kami dia bersiap – siap untuk pergi, aku memanggil nya tapi ia tak mendengar, lalu aku langsung ambil jilbabku, aku lari dari atas ke bawah tanpa memperdulikan darah yg bercecer dari rahimku, aku mengejarnya tapi ia begitu cepat pergi, ada apa dengan suamiku … mengapa ia sangat aneh terhadapku ?

Aku tidak bisa diam begitu saja firasatku ada sesuatu. Saat itu juga aku langsung menelpon kerumah mertuaku, kebetulan Dian yang angkat telpon nya, aku bercerita dan aku bertanya apa yang terjadi dengan suamiku. Dengan enteng ia menjawab “Loe pikir aja sendiri!!!” telpon pun langsung terputus.

Ada apa ini? Tanya hatiku penuh dalam kecemasan. Mengapa suamiku berubah setelah ia pulang dari kota kelahirannya. Mengapa ia tak mau berbicara padaku, apalagi memanjakan ku.

Semakin hari ia menjadi orang yang pendiam, seakan ia telah melepas tanggung jawabnya sebagai seorang suami, kami berbicara seperlunya saja, aku selalu di introgasinya, aku dari mana dan mengapa pulang terlambat, ia bertanya dengan nada yg keras, suamiku telah berubah.

Bahkan yang membuat ku kaget, aku pernah di tuduh nya berzina dengan mantan pacarku. Ingin rasanya aku menampar suamiku yang telah menuduhku serendah itu, tapi aku selalu ingat, sebagaimana pun salahnya seorang suami, status suami tetap di atas para istri, itu yang aku pegang, aku hanya berdo’a agar suamiku sadar akan prilakunya. 

*******

2 Tahun berlalu, suamiku tak berubah juga, aku menangis tiap malam, lelah menanti seperti ini, kami seperti orang asing yang baru saja kenal, kemesraan yang kami ciptakan dulu telah sirna, walaupun kondisinya tetap seperti itu, aku tetap merawatnya & menyiapi segala yang ia perlukan. 

Penyakitku pun masih aku simpan dengan baik dan ia tak pernah bertanya obat apa yang aku minum. Kebahagiaan ku telah sirna, harapan menjadi ibu pun telah aku pendam. Aku tak tahu kapan ini semua akan berakhir.

Bersyukurlah, aku punya penghasilan sendiri dari aktifitasku sebagai seorang guru gaji jadi aku tak perlu repot – repot meminta uang pada nya hanya untuk pengobatan kankerku. Aku pun hanya berobat semampuku.

Sungguh suami yang dulu aku puja, aku banggakan sekarang telah menjadi orang asing, setiap aku tanya ia selalu meyuruhku untuk berpikir sendiri. Tiba – tiba saja malam itu, setelah makan malam selesai, suamiku memanggilku.

“ya ada apa Yah !” sahutku dengan memanggil nama kesayangannya “Ayah”

“Lusa kita siap – siap ke Sabang ya !” Jawabnya tegas

“Ada apa ?” Mengapa ?” sahutku penuh dengan keheranan

Astaghfirullah ... suami ku yang dulu lembut menjadi kasar, diya mebentakku,,tak ada lagi diskusi anatara kami.

Dia mengatakan ” Kau ikut saja jangan banyak tanya !!! ”

Aku pun lalu mengemasi barang – barang yang akan dibawa ke Sabang sambil menangis,sedih karena suamiku yang tak ku kenal lagi.

5 tahun kami menikah dan sudah 2 tahun pula ia menjadi orang asing buat ku. Ku lihat kamar kami yg dulu hangat penuh cinta yang dihiasi foto pernikahan kami sekarang menjadi dingin, sangat dingin dari batu es. 

Aku menangis dengan kebingungan ini. Ingin rasanya aku berontak tapi aku tak bisa, suamiku tak suka dengan wanita yang kasar, ngomong dengan nada tinggi, suka membanting barang – barang, dia bilang perbuatan itu menunjukkan ketidakhormatan kedapanya. Aku hanya bisa bersabar menantinya bicara dan sabar mengobati penyakitku ini sendiri.

************ 

Kami telah sampai di Sabang, aku masih merasa lelah karena semalaman aku tidak tidur, karena terus berpikir. Keluarga besar nya telah berkumpul disana, termasuk ibu & adik – adiknya, aku tidak tahu ada acara apa ini .. Aku dan suamiku pun masuk ke kamar kami. Suamiku tak betah didalam kamar tua itu, ia pun keluar bergabung dengan keluarga besarnya.

Baru saja aku membongkar koper kami dan ingin memasukkannya ke dlm lemari tua yg berada di dekat pintu kamar, lemari tua itu telah ada sebelum suamiku lahir.

Tiba – tiba Tante Lia, tante yang sangat baik pada ku memanggil ku untuk segera berkumpul diruang tangah, aku pun ke ruang keluarga yang berada di tengah rumah besar itu, rumah zaman peninggalan belanda diaman langit - langit nya lebih dari 4 meter.

Aku duduk disamping suamiku, suamiku menunduk penuh dengan kebisuan, aku tak berani bertanya pada nya, tiba – tiba saja neneknya, orang yang dianggap paling tua dan paling berhak atas semuanya membuka pembicaraan.

“Baiklah,karena kalian telah berkumpul, nenek ingin bicara dengan kau Fisha ! ” Nenek nya bicara sangat tegas.. Dengan sorot mata yang tajam. ” Ada apa ya Nek ?” sahutku dengan penuh tanya.. Nenek pun menjawab ” Kau telah gabung dengan keluarga kami hampir 8 tahun, sampai saat ini kami tak melihat tanda – tanda kehamilan yang sempurna, sebab selama ini kau selalu keguguran!!’

Aku menangis, untuk inikah aku diundang ke mari, untuk dihina atau dipisahkan dengan suamiku.

“Sebenarnya kami sudah punya calon untuk Fikri, dari dulu, sebelum kau menikah dengannya, tapi Fikri anak yang keras kepala, tak mau di atur, dan akhirnya menikahlah ia dengaa kau.” Neneknya berbicara sangat lantang, mungkin logat orang Sabang seperti itu semua.

Aku hanya bisa tersenyum dan melihat wajah suamiku yang kosong matanya. “Dan aku dengar dari ibu mertua mu kau pun sudah berkenalan dengannya” Neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu.

Sedangkan suamikku hanya diam saja, tapi aku lihat air matanya. Ingin aku peluk suamiku agar ia kuat dengan semua ini, tapi aku tak punya keberanian.

Nenek nya masih saja berbicara panjang lebar dan yang terakhir dari pembicaraannya ialah dengan wajah yang sangat menantang ia berkata ” kau maunya gimana ? kau di madu atau diceraikan ?”

Masya Allah…… kuat kan hati ini, aku ingin jatuh pingsan, hati ini seakan remuk mendengar nya, hancur hati ku, mengapa keluarganya bersikap seperti ini terhadapku..

Aku selalu munutupi masalah ini dari kedua orang tuaku yang tinggal di pulau kayu tersebut, mereka mengira aku sangat bahagia 2 tahun belakangan ini.

“Fish, jawab !! ” Dengan tegas Ibunya langsung memintaku untuk menjawab

Aku langsung memegang tangan suamiku, dengan tangan yang dingin dan gemetar aku menjawab dengan tegas……. ” Walaupun aku tidak bisa berdiskusi dulu dengan imamku, tapi aku dapat
berdiskusi dengannya melalui bathiniah, untuk kebaikan dan masa depan keluarga ini, aku akan menyambut baik seorang wanita baru dirumah kami.”

Itu yang aku jawab, dengan kata lain aku rela cinta ku di bagi, pada saat itu juga suami ku memandangku dengan tetesan air mata, tapi mata ku tak sedikit pun menetes di hadapan mereka. Aku lalu bertanya kepada suami ku, “Ayah siapakah yang akan menjadi sahabatku dirumah kita nanti Yah ? ” Suamiku menjawab ” Dia Desi ! ”

Aku pun langsung menarik napas dan langsung berbicara ” Kapan pernikahan nya berlangsung ? Apa yang harus saya siapkan dalam pernikahan ini Nek ?”

Ayah mertuaku menjawab “Pernikahannya 2 minggu lagi.”

” Baiklah kalo begitu saya akan menelpon pembantu di rumah, untuk menyuruh nya mengurus KK kami ke kelurahan besok” setelah berbicara seperti itu aku permisi untuk pamit ke kamar.

Tak tahan lagi, air mata ini akan turun, aku berjalan sangat cepat, aku buka pintu kamar, aku langsung duduk di tempat tidur. Ingin berteriak, tapi aku sendiri disini. Tak kuat rasanya menerima hal ini, cintaku telah dibagi,,sakit. ..diiringi akutnya penyakitku. Apakah karena ini suamiku menjadi orang yang asing selama 2 tahun belakangan ini ?

Aku berjalan menuju ke meja rias, ku buka jilbabku, aku bercermin sudah tidak cantikkah aku ini, ku ambil sisirku, aku menyisiri rambutku yang setiap hari rontok, ku lihat wajahku, ternyata aku memang sudah tidak cantik lagi, rambutku sudah hampir habis, kepalaku sudah botak dibagian tengahnya.

Tiba – tiba pintu kamar ini terbuka, ternyata suami ku datang, ia berdiri dibelakangku, ,tak kuhapus air mata ini aku langsung memandangnya dari cermin meja rias itu.

Kami diam sejenak, lalu aku mulai pembicaraan “terimah kasih ayah, kamu memberi sahabat kepada ku, jadi aku tak perlu sedih lagi saat ditinggal pergi kamu nanti ! iya kan ?”

Suami ku mengangguk sambil melihat kepalaku tapi tak sedikitpun ia tersenyum dan bertanya knp rambutku rontok, dia hanya mengatakan jangan salah memakai shampo, dalam hati ku mengapa ia sangat cuek ? ia sudah tak memanjakan ku lagi.. Lalu dia bilang bilang “sudah malam, kita istirahat yuk ” !

“Aku sholat isya dulu baru aku tidur” jawab ku tenang.

Dalam sholat, dalam tidur aku menangis, ku hitung waktu, kapan aku akan berbagi suami dengannya. Aku pun ikut sibuk mengurusi pernikahan suamiku. Aku tak tahu kalo Desi orang Sabang juga. Sudahlah ini mungkin takdirku. Aku ingin suamiku kembali seperti dulu, yang sangat memanjakan aku, dimana rasa sayang dan cintanya itu.

************
Malam sebelum hari pernikahan suamiku, aku menulis curahan hatiku di laptopku.

Di laptop aku menulis saat – saat terakhirku melihat suamiku, aku marah pada suamiku yang telah menelantarkanku. Aku menangis melihat suamiku yang tidur pulas, apa salahku sampai ia berlaku kejam kepada ku. Aku save di my document yang bertitle “Aku mencintaimu Suamiku ”

Hari pernikahan telah tiba, aku telah siap, tapi aku tak sanggup untuk keluar, aku berdiri didekat jendela, aku melihat matahari, mungkin aku takkan bisa melihat sinarnya lagi. Aku berdiri sangat
lama,, lalu suamiku yang telah siap dengan pakaian pengantinnya masuk dan berbicara padaku.

“Apakah kamu sudah siap ?”
Kuhapus airmata yang menetes diwajahku sambil berkata :

“Nanti jika ia telah sah jadi istrimu, ketika kamu membawa ia masuk ke dalam rumah ini, cucilah kaki nya sebagaimana kamu mencuci kaki ku dulu, lalu ketika kalian masuk ke dalam kamar pengantin bacakan do’a di ubun - ubunya sebagaimana yang kamu lakukan pada ku dulu lalu setelah itu…..” tak sanggup aku ingin meneruskan pembicaraan ini, aku ingin menangis meledak

Tiba – tiba suamiku menjawab “lalu apa Bunda ?”

Aku kaget mendengar kata itu, yang tadinya aku menunduk, aku langsung menatapnya dengan mata yang berbinar – binar…

“bisa kamu ulangi apa yang kamu ucapkan barusan ?” pinta ku tuk menyakini bahwa kuping ini tidak salah mendengar.

Dia mengangguk dan berkata ” Baik bunda akan ayah ulangi, lalu apa bunda ?” sambil ia menghelus wajah dan menghapus airmataku, dia agak sedikit membungkuk karena diya sangat tinggi, aku hanya sedada nya saja.

Dia tersenyum, sambil berkata ” Kita liat saja nanti ya !” dia memelukku dan berkata, “bunda adalah wanita yang paling kuat yang ayah temui selain mama” lalu ia mencium keningku, aku langsung memeluk nya erat dan berkata ” Ayah, apakah ini akan segera berakhir? Ayah kemana saja?

Mengapa ayah berubah? Aku kangen sama ayah? Aku kangen belaian kasih sayang ayah? Aku kangen dengan manjanya ayah ? Aku kesepian ayah ? 

Dan satu hal lagi yang harus ayah tau bahwa aku tidak pernah berzinah ! Dulu waktu awal kita pacaran, aku memang belum bisa melupakannya, setelah 4 bulan bersama ayah baru bisa aku terima, jika yang dihadapanku itu adalah lelaki yang aku cari.” 

Bukan berarti aku pernah berzina ayah. Aku langsung bersujud di kakinya dan muncium kaki imamku sambil berkata ” Aku minta maaf ayah telah membuatmu susah”

Saat itu juga, diangkatnya badanku,ia hanya menangis.

Ia memelukku sangat lama, 2 tahun aku menanti dirinya kembali. Tiba – tiba perutku sakit, ia menyadari bahwa ada yang tidak beres dengan ku, dan ia bertanya ” bunda baik – baik saja kan” tanya nya dengan penuh khawatir.

“aku pun menjawab, bisa memeluk dan melihat kamu kembali seperti dulu itu sudah mebuatku baik Yah” aku tak bisa bicara sekarang. Karena dia akan menikah. Aku tak mau buat dia khawatir. Dia harus khusyu menjalani acara prosesi akad nikah tersebut.

************

Setelah tiba dimasjid, ijab qabul pun dimulai. Aku duduk disebrang suamiku.

Aku melihat suamiku duduk berdampingan dengan perempuan itu membuat hati ini cemburu, ingin berteriak mengatakan “Ayah Jangan” tapi aku ingat akan kondisi ku.

Jantung ini berdebar kencang, ketika mendengar ijab qabul tersebut. Begitu ijab qabul selesai, aku menarik napas panjang, Tante Lia, tante yang baik itu, memelukku. Dalam hati aku berusaha untuk menguatkan hati ini, ya,,aku kuat.

Tak sanggup aku melihat mereka duduk bersanding di pelaminan. Orang – orang yang hadir di acara resepsi itu iba melihatku, mereka melihatku sangat aneh, wajahku yang selalu tersenyum tapi hatiku menangis.

Sampai dirumah, suamiku langsung masuk ke dalam rumah begitu saja, tak mencuci kaki nya. Aku sangat heran dengan prilaku nya. Apa iya, dia tidak suka dengan pernikahan ini ?

Sementara itu Desi di sambut hangat di dalam keluarga suamiku, tak seperti aku yang di musuhinya.

Malam ini aku tak bisa tidur, bagaimana bisa !! Suamiku akan tidur dengan perempuan yang sangat aku cemburui. Aku tak tau apa yang mereka lakukan didalam.

1/3 malam, pada saat aku ingin sholat lail aku keluar untuk berwudhu, aku melihat ada lelaki yang mirip suamiku tidur disofa ruang tengah, ku dekati lalu ku lihat…. Masya Allah, suamiku tak tidur dengannya, ia tidur disofa, aku duduk disofa itu sambil menghelus mukanya yang lelah, tiba – tiba ia memegang tangan kiriku, tentu saja aku kaget.

“kamu datang ke sini, aku pun tau ” ia langsung berkata seperti itu, aku tersenyum dan megajaknya sholat lail. Setelah sholat lail, ia mengatakan “maafkan aku, aku tak boleh menyakitimu, kamu menderita karena ego nya aku. Besok kita pulang ke Jakarta, biar Desi pulang dengan mama, papa dan juga adik – adikku”

Aku menatapnya dengan penuh keheranan. Tapi ia langsung mengajakku untuk istirahat. Saat tidur ia memelukku sangat erat. Aku tersenyum saja, sudah lama ini tidak terjadi. Ya Allah, apakah Engkau akan menyuruh malaikat maut untuk mengambil nyawaku sekarang ini, aku telah merasakan kehadirannya saat ini. Tapi masih bisakah engkau ijinkan aku untuk merasakan kehangatan dari suamiku yang telah hilang selama 2 tahun ini.

Suamiku berbisik, “Bunda kok kurus ?”

Aku menangis dalam kebisuan. Pelukannya masih bisa aku rasakan.

Aku pun berkata “Ayah kenapa tidak tidur dengan Desi ?”

” Aku kangen sama kamu Bunda ” Aku tak mau menyakitimu lagi, kamu sudah terluka oleh sikapku yang egois” Dengan lembut suamiku menjawab seperti itu.

Lalu suamiku berkata, ” Bun, ayah minta maaf telah menelantarkan bunda… Selama ayah di Sabang, ayah dengar kalo bunda tidak tulus mencintai ayah, bunda seperti mengejar sesuatu, seperti harta ayah, dan satu lagi ayah pernah melihat sms bunda dengan mantan pacar bunda dimana isinya klo bunda gak mau berbuat seperti itu, dan seperti itu di beri tanda kutip (“seperti itu” ), ayah ingin ngomong tapi takut bunda tersinggung, dan ayah berpikir klo bunda pernah tidur dengannya sebelum bunda bertemu ayah, terus ayah dimarahi oleh keluar ayah karena ayah terlalu memanjakan bunda ”

Hati ini sakit ketika difitnah oleh suamiku, ketika tidak ada kepercayaan didirinya, hanya karena omongan keluarganya, yang tidak pernah melihat betapa tulusnya aku mencintai pasangan seumur hidupku ini. 

Aku hanya menjawab “Aku sudah ceritakan itu kan Yah, aku tidak pernah berzinah, dan aku mencintaimu setulus hatiku, jika aku hanya mengejar hartamu, mengapa kamu, banyak lelaki yang lebih mapan darimu waktu itu Yah. Jika aku hanya mengejar hartamu, aku tak mungkin setiap hari menangis karena menderita mencintaimu.

Entah aku harus bahagia atau aku harus sedih karena sahabatku sendirian di kamar pengantin itu. Malam itu, aku menyelesaikan masalahku dengan suamiku dan berusaha memaafkannya beserta sikap keluaraganya juga. Karena aku tak mau mati dalam hati yang penuh dengan rasa benci.

************ 
Keesokan harinya….. …..

Katika aku ingin bangun untuk mengambil wudhu, kepalaku pusing, rahimku sakit sekali .. aku pendarahan .. suamiku kaget …

Suamiku kaget bukan main, ia langsung menggendongku. Aku pun dilarikan ke rumah sakit …. Jauh sekali aku mendengar suara zikir suamiku …. Aku merasakan tanganku basah … Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah suamiku penuh dengan rasa kekhawatiran.

Ia menggenggam tanganku dengan erat.. Dan mengatakan ” Bunda,,Ayah minta maaf ,,,,!!”

Berapa kali ia mengucapkan hal itu. Dalam hati ku, apa ia tahu apa yang terjadi padaku.

Aku berkata dengan suara yang lirih ” Yah….Bunda ingin pulang, bunda ingin bertemu kedua orang tua bunda, anterin bunda kesana ya Yah ….”

“Ayah jangan berubah lagi ya !!! Janji ya Yah… !!! Bunda sayang banget sama Ayah ”

Tiba – tiba saja kakiku sakit sangat sakit, sakit nya semakin keatas, kakiku sudah tak bisa bergerak lagi, aku tak kuat lagi memegang tangan suamiku, kulihat wajahnya yang tampan, linangan air matanya.

Sebelum mata ini tertutup ku lafazkan kalimat syahadat dan ditutup dengan kalimat tahlil.

*********
Aku bahagia melihat suamiku punya pengganti diriku ..
Aku bahagia selalu melayaninya dalam suka dan duka, ..
Menemaninya dalam ketika ia mengalami kesulitan dari kami pacaran sampai kami menikah ...

Aku bahagia bersuamikan dia. Dia adalah nafas ku.

Untuk Ibu mertuaku : “Maafkan aku telah hadir didalam kehidupan anakmu sampai aku hidup didalam hati anakmu, ketahuilah Ma, dari dulu aku selalu berdo’a agar Mama merestui hubungan kami.

Mengapa engkau fitnah diriku didepan suamiku, apa engkau punya bukti nya Ma. Mengapa engkau sangat cemburu padaku Ma ? Fikri tetap milikmu Ma, aku tak pernah menyuruhnya untuk durhaka kepadamu, dari dulu aku selalu mengerti apa yang kamu inginkan dari anakmu, tapi mengapa kau benci diriku. Dengan Desi kau sangat baik tetapi dengan ku, menantumu kau bersikap sebaliknya.”

*********
Setelah ku buka laptop, ku baca curhatan istriku ...

Ayah, mengapa keluargamu sangat membenciku .. Aku dihina oleh mereka ayah ...

Mengapa mereka bisa baik terhadapku pada saat ada dirimu ? Pernah suatu ketika, aku bertemu Dian di jalan, aku menegornya karena dia adik iparku tapi aku disambut dengan wajah ketidak sukaannya. Sangat terlihat Ayah.

Tapi ketika engkau bersamaku, Dian sangat baik, sangat manis dan ia memanggilku dengan panggilan yang sangat menghormatiku. Mengapa seperti itu ayah ...?

Aku tak bisa berbicara tentang ini padamu, karena aku tahu kamu pasti membela adikmu, tak ada gunanya Yah. Aku diusir dari rumah sakit. Aku tak boleh merawat suamiku
.
Aku cemburu pada Desi yang sangat akrab dengan mertuaku Tiap hari ia datang ke rumah sakit bersama mertuaku ..

Aku sangat marah….
Jika aku membicarakan hal ini pada suamiku, ia akan pasti membela Desi dan ibunya. ..

Aku tak mau sakit hati lagi ...
Ya Allah kuatkan aku, maafkan aku ...
Engkau Maha Adil ...
Berilah keadilan ini padaku Ya Allah ..
Ayah sudah berubah, ayah sudah tak sayang lagi pada ku ...
Aku berusaha untuk mandiri ayah, aku tak akan bermanja - manja lagi padamu ...

Aku kuat ayah dalam kesakitan ini ...
Lihatlah ayah, aku kuat walaupun penyakit kanker ini terus menyerangku ...

Aku bisa melakukan ini semua sendiri ayah ...
Besok suamiku akan menikah dengan perempuan itu ...
Perempuan yang aku benci, yang aku cemburui ...
Tapi aku tak boleh egois, ini untuk kebahagian keluarga suamiku
Aku harus sadar diri ...

Ayah, sebenarnya aku tak mau diduakan olehmu ...
Mengapa harus Desi yang menjadi sahabatku ? ..
Ayah aku masih tak rela ...
Tapi aku harus ikhlas menerimanya ...
Pagi nanti suamiku melangsungkan pernikahan keduanya ...
Semoga saja aku masih punya waktu untuk melihatnya tersenyum untukku ..

Aku ingin sekali merasakan kasih sayangnya yang terakhir ..
Sebelum ajal ini menjemputku ...

Ayah … aku kangen ayah ..!

**********
Dan kini aku telah membawamu ke orang tuamu Bun ..
Aku akan mengunjungimu sebulan sekali bersama Desi ke Pulau Kayu ini ...

Aku akan selalu membawakanmu bunga mawar yang berwarna pink yang mencerminkan keceriaan hatimu yang sakit tertusuk duri.

Bunda tetap cantik, selalu tersenyum disaat tidur ...
Bunda akan selalu hidup dihati ayah ....
Bunda … Desi tak sepertimu, yang tidak pernah marah …

Desi sangat berbeda denganmu, ia tak pernah membersihkan telingaku, rambutku tak pernah di creambathnya, kakiku pun tak pernah dicucinya.

Ayah menyesal telah menelantarkanmu selama 2 tahun, kamu sakit pun aku tak perduli, dalam kesendirianmu …

Seandainya Ayah tak menelantarkan Bunda, mungkin ayah masih bisa tidur dengan belaian tangan Bunda yang halus.

Sekarang Ayah sadar, bahwa ayah sangat membutuhkan bunda .. Bunda, kamu wanita yang paling tegar yang pernah kutemui ...

Aku menyesal telah asik dalam keegoanku ..
Bunda maafkan aku .. Bunda tidur tetap manis. Senyum manjamu terlihat ditidurmu yang panjang ....

Maafkan aku , tak bisa bersikap adil dan membahagiakan mu, aku selalu mengiyakan apa kata ibuku, karena aku takut menjadi anak durhaka. Maafkan aku ketika kau di fitnah oleh keluargaku, aku percaya begitu saja ...

Apakah Bunda akan mendapat pengganti ayah di surga sana ? Apakah Bunda tetap menanti ayah disana ? Tetap setia dialam sana ?

Tunggulah Ayah disana Bunda ……
Bisakan ? Seperti Bunda menunggu ayah di sini …… Aku mohon ….. Ayah Sayang Bunda ….

Wallahu’alam bishshawab, ..
#Semoga kita dapat mengambil pengetahuan yang bermanfaat dan bernilai ibadah ....

Wabillahi Taufik Wal Hidayah, ...
.... Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Wa'atuubu Ilaik ....